BANDARLAMPUNG, Lampungkham – Presiden Republik Indonesia Joko Widodo akhirnya menaikan iuran Badan Penyelenggara Jaminan Sosial ( BPJS ), untuk menekan defisit anggaran kesehatan.
Kenaikan iuran BPJS dibagi menjadi dua katagori peserta pekerja bukan penerima upah (PBPU) dan bukan pekerja (BP) yang berlaku mulai 1 Januari 2020 mendatang, dengan rincian Kelas III awalnya Rp. 25.500 menjadi Rp. 42.000 per jiwa, Kelas II tadinya Rp. 51.000 menjadi Rp. 110.000 perjiwa, dan Kelas I awalnya Rp. 80.000 menjadi Rp160.000 perjiwa.
Kepala BPJS Kesehatan Cabang Bandar Lampung, Muhammad Fakhriza menjelaskan, terdapat beberapa perubahan penyesuaian iuran yang harus diketahui oleh masyarakat.
“Ini dilakukan karena sejak awal, adanya ketidaksesuaian iuran dengan benefit yang akan diterima, sehingga pemerintah sudah menyesuaikan ke arah iuran yang lebih sesuai,” ujar Fakhriza menggelar Monfrensi Pers di rumah makan kayu, Kamis,14 November 2019.
Pemerintah, sambungnya, telah menerbitkan Peraturan Presiden Nomor 75 Tahun 2019 tentang Perubahan atas Peraturan Presiden Nomor 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan.
” Semua segmen terjadi penyesuaian iuran. Untuk kategori peserta peserta bantuan iuran (PBI), yaitu untuk masyarakat miskin atau tidak mampu, yang iurannya ditanggung oleh pemerintah, dari tarif sebelumnya Rp 25.500 per jiwa, kini menjadi Rp 42.000 per jiwa. Ini telah berlaku per 1 Agustus 2019 ” jelasnya.
Peserta PBI yang didaftarkan oleh pemerintah lebih lanjut Fakhruza menjelaskan, daerah mendapat bantuan pendanaan dari Pemerintah Pusat sebesar Rp19.000 per orang per bulan untuk bulan pelayanan 1 Agustus sampai 31 Desember 2019.
“Jadi, pemda tidak perlu khawatir, soal perubahan anggaran karena ada kenaikan. Karena meskipun berlaku 1 Agustus 2019, tetapi yang Rp19.000 itu akan ditanggung pemerintah pusat melalui APBN sampai dengan Desember 2019. Namun yang harus menjadi perhatian pemda, terhitung 1 Januari 2020, sudah mulai ditanggung Pemda,” tegasnya.
Terkait keluhan masyarakat yang tidak sanggup membayar atas penyesuaian tarif tersebut, Fakhriza menyebut untuk peserta kelas tiga yang tidak sanggup membayar iuran , bisa mendaftar menjadi peserta penerima bantuan iuran (PBI) yang ditanggung pemerintah dengan terlebih dahulu didata oleh basis data terpadu dari pihak Dinas Sosial agar mendapatkan pelayanan gratis.
Kemudian, untuk kategori peserta pekerja penerima upah (PPU), batas paling tinggi gaji atau upah per bulan yang digunakan yaitu sebesar Rp12 juta. Ini berubah dari peraturan terdahulu yang batas atasnya Rp8 juta. Ada pun komposisinya yaitu 5% dari gaji atau upah per bulan. Ini dibayar dengan ketentuan 4% dibayar oleh pemberi kerja, dan 1% dibayar oleh peserta.
“Jadi ini berubah skema, kalau dulu 3% dibayar oleh pemberi kerja, dan 2% pekerja. Sekarang berubah ketentuannya,” jelas dia.
Penyesuaian ini juga berlaku untuk PNS, TNI, Polri, dan pejabat negara. Jika peraturan sebelumnya iuran dipotong hanya dari gaji pokok dan tunjangan keluarga. Sekarang berubah, bisa dikatakan semua tunjangan dihitung, termasuk tunjangan kinerja dengan batas atasnya Rp12 juta.
“Untuk PNS yang vertikal, berlakunya per 1 Oktober 2019. Kalau PNS daerah 1 Januari 2020,” tambah dia.
Fakhriza menjelaskan, jika melihat ketentuan penyesuaian iuran dalam Perpres tersebut, pemerintah masih mendapatkan andil sebagai pembayar iuran terbesar. Pemerintah menanggung 73,63% dari total besaran penyesuaian iuran yang akan ditanggung oleh pemerintah melalui peserta PBI APBN, penduduk yang didaftarkan pemerintah daerah, pegawai pemerintah pusat/daerah, TNI dan Polri. Kontribusi pemerintah tersebut sangat membantu peserta mandiri sehingga penyesuaian iuran peserta mandiri tidak sebesar seharusnya.
“Sebenarnya, besaran iuran yang akan disesuaikan ini tidaklah besar, apabila dibandingkan dengan besarnya manfaat yang diberikan Program JKN-KIS ketika ada peserta yang sakit atau membutuhkan layanan kesehatan,” pungkasnya. (*)