JAKARTA, Lampungkham – Ketidakpastian kondisi global yang masih terjadi dalam beberapa tahun terakhir telah berpengaruh secara langsung maupun tidak langsung terhadap perusahaan maupun investor di pasar finansial dalam hal menentukan arah strategi kedepannya, hal ini menjadi tantangan dinamika ekonomi global sedang dihadapi oleh seluruh negara, termasuk Indonesia.
Faktor perang dagang menjadi yang paling sulit untuk diprediksi karena sangat bergantung pada kesepakatan AS dan China. Dampak dari perang dagang yang bergulir sejak tahun 2018 itu semakin terlihat pada geliat perekonomian dunia, terutama pada kegiatan-kegiatan industri manufaktur, arah kebijakan suku bunga AS menjadi salah satu penentu apakah momentum pelemahan ekonomi dunia terus berlanjut atau berbalik pada tahun 2020 nanti.
Kepala Eksekutif Pasar Modal OJK Hoesen mengatakan, pertumbuhan ekonomi yang stabil turut memberikan manfaat positif terhadap aktivitas investasi di Pasar Modal Indonesia tercermin dari pengggalangan dana yang meningkat, jumlah perusahaan yang go public, pertumbuhan Nilai Aktiva Bersih reksadana dan peningkatan jumlah investor.
“Terjaganya stabilitas sistem keuangan ini tentunya merupakan buah dari kerjasama dan sinergi yang erat antara otoritas fiskal, moneter, dan otoritas industri jasa keuangan serta seluruh pelaku ekonomi Indonesia,” kata Hoesen.
Sementara Ketua Dewan Komisioner OJK Wimboh Santoso dalam diskusi menyampaikan bahwa kondisi stabilitas sektor jasa keuangan hingga pekan keempat Oktober dalam kondisi terjaga di tengah perlambatan pertumbuhan perekonomian global. Intermediasi sektor jasa keuangan tercatat membukukan perkembangan yang stabil dengan profil risiko yang terkendali.
” Kekhawatiran tentang ketidakpastian serta perlambatan ekonomi pun semakin terkonfirmasi oleh penurunan angka proyeksi pertumbuhan ekonomi. Organisasi Kerja Sama dan Pembangunan Ekonomi (OECD) baru saja memutuskan untuk memangkas proyeksi pertumbuhan global menjadi 2,9% pada tahun ini, turun dari perkiraan sebelumnya 3,2%. Demikian halnya untuk pertumbuhan ekonomi Indonesia, yaitu menjadi hanya 5% untuk tahun 2019 dan 2020 ” jelasnya.
Namun demikian, sambungnya di tengah situasi ekonomi global yang dinamis, Indonesia masih mampu mencatat arus modal masuk yang positif baik di pasar saham maupun obligasi. Selain itu, dengan pengelolaan fiskal dan moneter yang baik, Indonesia masih mampu mengalami kenaikan peringkat utang (rating) menjadi BBB dari BBB- berdasarkan evaluasi S&P Global Ratings pada Mei 2019 lalu. Walaupun beberapa negara lain seperti, Brazil, Turki dan Meksiko justru mengalami penurunan rating.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menjelaskan bahwa meski pelambatan ekonomi global akan mempengaruhi perekonomian nasional, Indonesia diyakini bisa menjaga pertumbuhan ekonomi di atas 5 persen.
“Indonesia memiliki perumbuhan 5% selama 10 tahun ini. Meski di luar global environment (terjadi pelambatan) Indonesia bisa menjaga pertumbuhan di atas 5 %. Indonesia memiliki kemampuan menjaga karena ekonomi cukup besar. Size marketnya mampu menjadi insurance untuk menompang ketidakpastian global environment. Ini merupakan potensi yang besar,” katanya.
Menurutnya, Pemerintah akan menjaga ekonomi Indonesia yang harus dapat diimbangi optimisme dari CEO dan aktor ekonomi industri nasional. Pemerintah sadar dinamika kondisi tidak tidak terlalu positif, namun di dalam negeri punya optimisme tinggi. Pemerintah akan menciptakan dampak kebijakan yang kongkrit dengan bekerja sama antarmenteri dan daerah. Optimisme dapat ditularkan ke dunia usaha. Pemerintah akan fokus kepada delivery seperti yang dikatakan oleh presiden.
Sedangkan Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo mengatakan bahwa BI optimistis pertumbuhan ekonomi akan mencapai 5,1 % tahun ini, dengan nilai tukar rupiah stabil di kisaran Rp14 ribu per dolas AS. Bank Indonesia, OJK dan Kemenkeu akan terus menjaga stabilitas ekonomi tetap terjaga.
Dikatakan Perry, BI sudah mengeluarkan berbagai bauran kebijakan yang diharapkan bisa mendorong pertumbuhan ekonomi seperti penurunan suku bunga dari 6% ke 5% serta kebijakan uang muka untuk produk otomotif.
“Likuiditas perbankan lebih dari cukup untuk financing. Makro prudensial tahun lalu sudah dikendorkan, kebijakan uang muka lebih tinggi untuk produk otomotif. Kebijakan moneter, nilai tukar, pendalaman pasar keuangan dengan semua policy ini diharapkan pertumbuhan ekonomi akan terjaga,” bebernya.
Melihat kondisi tersebut serta dalam rangka menyambut serta mendukung pertumbuhan perekonomian Indonesia dengan penuh harapan baru pada kepemimpinan periode kedua Presiden Joko Widodo, Otoritas Jasa Keuangan (OJK), PT Bursa Efek Indonesia (BEI), PT Kliring Penjaminan Efek Indonesia (KPEI) dan PT Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI) memandang perlu untuk menyelenggarakan acara CEO Networking 2019 yang bertema “Embracing the Opportunities in Dynamic Global Economy” dalam rangkaian HUT ke-42 Tahun Pasar Modal Indonesia bagi CEO dari Stakeholders di Pasar Modal Indonesia. ( * )